Rabu, 27 Oktober 2010

Peran Perempuan Karo Dalam Gereja GBKP


Peran perempuan Karo dalam gereja GBKP sudah dimulai sejak awal berdirinya GBKP. Sekitar tahun 1940 sudah berkembang pergerakan perempuan Karo dengan nama Christelijke Meisjes Club Maju (CMCM). Pergerakan ini merupakan calon lahirnya perkumpulan pemuda seluruh GBKP yang disebut Permata, sedangkan perkumpulan/komisi kaum ibu yang disebut Moria secara resmi berdiri tahun 1950. Semangat pergerakan dan partisipasi kaum perempuan Karo tersebut dalam gereja GBKP memberikan sebuah motivasi dan teladan bagi masyarakat Karo untuk ikut berpartisipasi dan berperan dalam kemajuan gereja GBKP. Walaupun demikian, pada kenyataannya perempuan Karo seringkali kurang mendapat penghargaan, kepercayaan, dan dianggap tidak mampu menjalankan sebuah peran seperti seorang laki-laki dalam kehidupan gerejawi. Hal ini dipengaruhi oleh budaya patriarkal yang dianut oleh budaya Karo
                 Komisi kaum perempuan/ibu sudah berdiri sejak tahun 1950 lebih cepat 44 tahun dari komisi kaum bapak/laki-laki yang berdiri tahun 1994, namun sampai tahun 1976 belum ada satu pun pendeta perempuan yang ditahbiskan. Hal ini terjadi bukan karena tidak ada perempuan yang ingin menjadi pendeta, tetapi masih banyak keberatan dan pertimbangan dari pihak sinode dalam menerima seorang perempuan menjadi pendeta. Hal ini sungguh ironis, karena keberatan tersebut didasarkan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, lebih banyak mengandalkan perasaan, gangguan dan gosip dari jemaat bila pendeta perempuan melayani dalam sebuah perkumpulan laki-laki, ditambah lagi pandangan adat bahwa perempuan seharusnya berada di dapur, di ladang, dan kurang cocok untuk menjadi pemimpin, apalagi mengambil keputusan dalam sebuah gereja.
                 Pandangan-pandangan seperti ini juga tetap masih ada sampai saat ini, ketika sudah cukup banyak pendeta perempuan yang ditahbiskan. Mereka tetap diragukan untuk melakukan tanggung jawab yang besar dalam gereja. Hal ini tidak hanya terjadi pada pendeta perempuan, tapi juga jemaat ataupun majelis perempuan. Jabatan-jabatan yang dipegang oleh perempuan dalam gereja GBKP (mungkin juga gereja lain) selalu terkait antara sekretaris, bendahara, ataupun konsumsi. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa perempuan masih diragukan untuk memimpin dalam gereja, tapi apakah pandangan itu benar? Tentu saja tidak. Sejarah telah membuktikkan kekuatan, semangat, dan keberanian perempuan dalam memimpin, mengambil keputusan, dan memegang tanggung jawab yang besar dalam gereja. Selain itu pandangan-pandangan miring tentang pendeta perempuan yang sebelumnya ditakutkan terjadi memang ada, namun sangat sedikit dibandingkan kasus yang terjadi pada pendeta laki-laki. Hal lain yang juga perlu kita adalah mengapa setiap tahun pendaftaran dan penerimaan mahasiswa teologi dari GBKP selalu didominasi oleh kaum perempuan? Dan mengapa perpecahan dan perebutan kekuasaan dan kepemimpinan dalam gereja lebih banyak terjadi disebabkan oleh dominasi laki-laki yang merasa kepemimpinannya yang paling benar?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar